ENDLESS story
profile

熊雪 孟ひ(と)
Haruhi(to) Kumayuki
Haruhi, Haru-chan
Generasi ke-21 dari silsilah resmi Keluarga Penyihir Pureblood Kumayuki,
yang merupakan urutan kedua keluarga penyihir tertua di Jepang.
Pureblood (tak ada seorangpun anggota keluarga yang muggleborn maupun
Tinggi badan 172cm dengan berat 56kg. Cukup tinggi untuk orang Asia, namun pendek untuk orang Eropa.
Berambut hitam agak berantakan seleher, bola mata berwarna hitam terang agak sedikit sipit, hidung agak mancung, dan bibir agak tipis.
Memiliki gingsul di gigi kiri yang akan terlihat jika tertawa.
Lahir di Kanada, tanggal 7 Mei tahun 1962,
tak pernah menginjakkan kakinya di Negeri Sakura tersebut hingga musim panas tahun 1978.
Tongkat sihir pertamanya dipatahkan orang ketika baru pertama kali menerima dan menggunakannya.
Willow wood 34 cm, inti ekor Chimaera dan nadi Naga Peruvian Tooth adalah tongkat sihirnya hingga saat ini.
Terdaftar di Hogwarts sebagai murid Asrama Slytherin, angkatan tahun 1974.
Ambisius, pendiam, datar dan ketus.
Bicara seperlunya dan tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya.
Agak tertutup pada orang-orang yang tak dikenalnya dekat.
Sorot matanya jika sedang seorang diri seolah kesepian,
namun tak pernah memperlihatkannya di depan orang-orang.
Tidak pernah berkata tulus selain kepada bibinya, Larine Kumayuki, dan kekasihnya, Mizuhime Winterfield.
Mudah cemburu dan terpancing emosinya.
Menganggap Ares Mendez de Locksley sebagai rival cinta terberatnya.
Visualisasi Haruhi Kumayuki : Tatsuya Fujiwara. Foto diambil dari International Fansite, RDTF.
Semua yang tercantum disini adalah fiktif dan hanya untuk kepentingan IH-RPG, tidak pernah ada eksistensinya di dunia nyata.
Senin, 23 Maret 2009 (02.03)
Gerbang Masuk Kediaman Kumayuki, Pagar Utama
09:10 AM, Still Raining Outside
(Osamu Kumayuki Side)
Hujan semakin turun dengan deras. Tentu saja hal ini membuat Osamu agak sedikit kesal—mengapa para pelayan bodoh itu tidak mempersilakannya masuk saja, eh? Atau perlu ia ber-Apparate sekarang juga? Noes, itu terlalu kasar sebagai penyambutan. Yeah, penyambutan selamat datang pada pewaris cilik itu. Keturunan laki-laki terakhir di generasi ke-21—katanya. Osamu, pria di usia ketigapuluhnya itu mendengus. Pada kenyataannya, masih ada generasi ke-20. Osamu sendiri, namun namanya tak pernah tercatat dalam surat warisan keluarga. Dihapuskan secara tidak terhormat, tepatnya. Ia tahu betul dirinya masih berhak atas aset jutaan Yen itu—setidaknya, di dalam tubuhnya juga mengalir darah Kumayuki. Begitu pula dengan adiknya, Larine—kemana gadis itu sekarang? Terakhir yang Osamu dengar, adiknya itu membunuh kedua orang tua mereka.
Ya, kau tidak salah dengar. Membunuh.
Osamu berdecak kesal, hujan ternyata tidak berhenti. Segera saja pria itu memakaikan tudung jaket hitam ke kepalanya yang berambut tipis, kemudian berteduh di bawah atap kecil pagar utama. Ia masih setia berdiri tepat di depan pintu kayu besar nan kokoh itu—berharap si pewaris cilik sudi untuk menemuinya. Anggap saja sebagai perkenalan dan babak awal dari apa yang sudah Osamu rencanakan sejak dulu. Bahkan sejak ia masih belia. Pertama kali ia mendengar bahwa kakeknya memiliki cicit laki-laki, Osamu sudah bertekad akan merebut harta itu dari tangannya. Pembalasan karena keluarganya, sisi lain Kumayuki, tidak mendapatkannya. Osamu sudah cukup ambisius dengan apa yang diceritakan ayah dan ibunya, belum lagi dengan deretan pelecehan yang dilakukan oleh sang kakek dan istri pertamanya—yeah, nenek Osamu adalah istri kedua. Keberatan?
Dan sekarang kau tahu mengapa nama Osamu dicoret dari daftar warisan.
Pria jangkung itu kembali berdecak kesal di bawah bayang tudung yang dikenakannya. Sesekali ia menepuk beberapa bagian pakaiannya yang basah. Jubah dan jaketnya—sepertinya hampir tidak terselamatkan. Pada saat seperti inilah sihir sangat berguna—don't you think so? Osamu mengembangkan senyumannya di ujung bibir, mengeluarkan tongkat sihir Eldernya. Namun, perhatiannya teralihkan pada suara berisik cipratan air, sepertinya berasal dari posisi yang tak jauh darinya. Ia menoleh, matanya memicing—dan tak perlu waktu lama bagi otaknya untuk segera mengidentifikasi sosok apa yang semakin mendekat. Wanita.
Gadis, tepatnya, dalam balutan yukata hijau mudanya—dan basah kuyup. Sebisa mungkin Osamu tidak mengindahkan gadis tersebut yang kini telah berada di sebelahnya, bahkan sempat memberikan senyuman. Yeah, senyuman—sudah berapa lama Osamu tak tersenyum tulus seperti itu? Lama sekali, mungkin belasan tahun yang lalu. Osamu sudah lupa bagaimana caranya tersenyum dengan baik, dan jangan salahkan siapapun soal ini. Ia kembali fokus pada tongkat sihirnya, sekali lagi tidak mempedulikan gadis tersebut sekaligus tak membalas senyumannya. Diayunkannya benda itu mengitari tubuhnya, dan tak perlu makan waktu tiga detik untuk mengeringkan pakaiannya. Non-verbal, as always. Ia kembali menatap lurus pintu kokoh di depannya, memasukkan tongkat sihir kembali ke saku jaket depannya kemudian memasukkan kedua tangannya, tepat setelah merapatkan tudung jaketnya. Ia menggenggam erat tongkat di dalam sakunya.
Osamu mendengus—lagi.
Where are you, cowardly dog?
--------------------------------
Koridor Depan Kediaman Kumayuki
09:11 AM, Heavy Raining Outside
(Haruhi Kumayuki Side)
"Tou-san, HAYAKU!" teriak Kaoru dengan panik, mengambil payung plastik transparannya dari tempatnya di dekat rak sepatu. Hideyuki memakai bakiaknya dengan agak sedikit terburu-buru, melirik istrinya yang memasang wajah agak sedikit kebingungan. Kaoru menggeser pintu utama untuk membukanya pada akhirnya, mengakibatkan suara derasnya air hujan yang jatuh ke permukaan bumi begitu jelas terdengar. Makiko mengisyaratkan putrinya untuk menutup pintu, namun Kaoru tidak mempedulikannya. Kesal karena sang ayah begitu lama (pakai pilih payung segala?! YA TUHAN), segera ditariknya pria setengah baya itu dengan paksa keluar dari koridor depan, meninggalkan Makiko dan Haruhi yang baru saja tiba disana. Ia melirik wanita yang ada di sebelahnya sekilas, turun dari koridor dan memakai bakiaknya, langsung asal mengambil payung yang ada di tempatnya dan berlari mengejar kedua Matsuzaka itu.
Haruhi-penasaran-setengah-mati.
Perlu sekitar beberapa menit untuk mengejar keduanya, karena jarak antara gerbang depan dengan pintu utama ternyata cukup jauh. Percikan-percikan air yang membasahi celana jins maupun kakinya yang hanya beralaskan bakiak, tidak dipedulikannya. Dengan sedikit berhati-hati karena jalan setapak yang dilaluinya mulai licin, Haruhi masih terus mengejar keduanya dengan setengah berlari. Payung yang digunakannya saat ini ternyata tak terlalu berpengaruh banyak karena hujan semakin deras saja. Langkahnya terhenti tepat di sebelah Kaoru, di depan gerbang pagar utama yang telah terbuka lebar. Tampaknya Hideyuki baru saja membukanya, dan entah kenapa ekspresi wajahnya terlihat kurang begitu menyenangkan. Kaoru sendiri berada setengah meter dari punggung ayahnya, menarik lengan baju Haruhi untuk menariknya mundur begitu tahu tuan-mudanya itu nekat mendekat ke Hideyuki. "Haruhi-sama, jangan kesana! Biarkan Tou-san yang mengatasinya!" ujar Kaoru dengan suara pelan, mengerling pada Hideyuki. Haruhi mengernyitkan dahinya : bingung sekaligus penasaran. Ada apa sebenarnya?
"Haruhi-sama tidak perlu bertemu denganmu," ujar Hideyuki dengan nada begitu datar, sama sekali berbeda jika dibandingkan dengan beberapa menit yang lalu. Terlihat pria itu tengah berbicara dengan seseorang bertudung hitam, tak ada tanda-tanda bekas air hujan membasahinya. Hideyuki menatap tajam sosok di depannya yang ternyata seorang pria, namun daritadi menyembunyikan wajahnya di balik tudung. Ditariknya nafas dalam seraya menutup sebagian pintu gerbang, berusaha untuk tidak membuka sedikitpun kesempatan pada pria bertudung masuk ke dalam wilayah kediaman tuan-mudanya. Sekaligus mencegah agar tak ada satupun hal yang tak diinginkan terjadi padanya, "Pergilah. Haruhi-sama sama sekali tidak memiliki urusan denganmu—"
"Oh, jelas dia punya urusan denganku, Matsuzaka-san," Hideyuki agak terperanjat karena mendengar namanya tersebut padahal tak pernah menyebutkannya pada sosok itu, yang kini terkekeh pelan, "kau terkejut? Kurasa wajar," lanjut sosok tinggi dan kekar itu dengan kedua tangan masih tetap di saku jaketnya. Tak ada tanda-tanda bahwa yang bersangkutan berencana menyerang serta menyakiti Hideyuki, namun tetap saja harus waspada. Entah apa yang akan dilakukan si pria bertudung itu jika Hideyuki lengah. Lihat saja sekarang, sebuah tongkat panjang telah mengacung tepat ke arah leher Hideyuki, pertanda bahwa si empunya benar-benar serius dengan makusdnya dan tak akan segan memantrai korbannya. Hideyuki berusaha untuk tetap tenang di bawah ancaman si pemilik yang kini kembali tertawa, "Aku tak segan memantraimu walau sebenarnya ini membuang-buang waktu dan tenagaku. Yah, kau bukan tujuan utamaku kemari," ujarnya seraya mengerling si gadis Yukata yang berada tak jauh darinya, "panggilkan tuan-mudamu itu. Aku hanya ingin memberikan sambutan kecil," senyumnya sinis.
Hideyuki tak bisa berbuat apapun. Tongkat sihirnya tidak bersamanya kali ini.
"JAUHKAN TANGANMU DARI AYAHKU!"
Entah sejak kapan Kaoru sudah menghilang dari sisi Haruhi dan berpindah ke sebelah ayahnya. Gadis itu tengah mengacungkan tongkat Birch miliknya ke arah si pria bertudung dengan penuh amarah. Siapa yang tidak marah jika ayahmu diperlakukan demikian? Haruhi akhirnya berjalan mendekat ke gerbang, dengan payung yang masih setia meneduhinya. Matanya menangkap sosok pria besar bertudung hitam berada disana, mengacungkan tongkat sihirnya pada Hideyuki tepat di leher sementara Kaoru juga melakukan hal yang sama. Haruhi semakin mengernyitkan dahinya : benar-benar tidak mengerti apa yang tengah terjadi. Ia ikut mengeluarkan tongkat sihirnya, berjalan perlahan mendekat pada si pria bertudung.
Namun, langkahnya terhenti karena menangkap sebuah sosok lain di matanya begitu melangkah keluar.
Hime.
"Haruhi-sama!" ucap Kaoru refleks begitu menyadari tuan-mudanya telah berada di dekatnya, begitu pula dengan Hideyuki. Pria setengah baya itu terbelalak, "Haruhi-sama—! Bukankah saya sudah melarang anda untuk keluar?!" ujarnya sedikit panik. Haruhi hanya tersenyum kecil mendengarnya. Jangan harap aku akan menurut. Si pria bertudung tersenyum sarkatis, menurunkan tongkat sihirnya dan beralih pada Haruhi. Tongkat sihir Kaoru yang teracung segera ditepisnya (tongkat beradu tongkat), menyuruh gadis itu menyingkir dari hadapannya namun Kaoru tidak mau. Ia malah meregangkan tangannya seolah berusaha menghalangi si pria bertudung mendekat pada Haruhi.
"Akhirnya kau muncul juga—tuan cilik." senyumnya misterius. Tongkat sihir masih berada di genggamannya, dan Haruhi tidak akan pernah tahu apa yang akan dilakukannya. Ia tahu betul bahwa pria di depannya ini pasti mencarinya, dan apapun itu, tak boleh ada yang terlibat lebih jauh. Biarkan Haruhi yang menyelesaikan urusannya dengan pria bertudung ini. "Kaoru," Haruhi melirik sekilas gadis itu, kemudian beralih pada Hime, "bawa gadis itu masuk," bisiknya, seraya memberikan tatapan penuh arti pada kekasihnya yang berbalutkan Yukata hijau muda itu. Cantik seperti biasanya. Tapi bukan waktunya bagi Haruhi untuk menyampaikan kata pujian itu pada Mizuhime Winterfield saat ini. Mungkin nanti.
"Kau mencariku, bukan?"
Dan Haruhi tidak tahu apa yang menantinya setelah ini.
Label: 1980, Kumayuki Residence, Osamu, Places, Summer Holiday
Is it over yet?...thinks this is not the end.
the song

Artist: Hideaki Tokunaga
Album Name: Vocalist 3
Release Type: Album
Release Date: 2007.08.15
Genre: J-Pop, Vocal
Tracklist:
01 KOI NI OCHITE "FALL IN LOVE"
02 PRIDE
03 MOMOIRO TOIKI
04 WAKARE UTA
05 YASASHII KISS WO SHITE
06 TIME GOES BY
07 TASOGARE MY LOVE
08 GENKI WO DASHITE
09 ENDLESS STORY
10 MACHIBUSE
11 TSUKI NO SHIZUKU
12 MAYOI MICHI
13 CAN YOU CELEBRATE?
*Info taken from here.
the face
藤原竜也
(ふじわら たつや)
Fujiwara Tatsuya
Actor
Born in Chichibu, Saitama, Japan, 1982-May-15
178cm/55kg
Taurus
Blood type A
He is famous for acting the part of Shuya Nanahara in the controversial 2000 film Battle Royale,
and continues the character as a leader of the Wild Seven in the sequel, Battle Royale II: Requiem.
He stars as Light Yagami, the leading role in Death Note and Death Note: The Last Name,
films based on the manga of the same name.
He is a Seibu Lions fan.
He has also worked with director Takashi Miike for Sabu.
In theatrical works, he is known for collaborating with Yukio Ninagawa,
one of the most influential directors in Japan. He started his career in theatre, before screen debut,
with the title role of Shintoku-maru, the boy who has an obsessive relationship with his step mother.
He has also acted in Shakespeare plays, including Hamlet and Romeo and Juliet.
credits
designer: & - nameless
part of the basecodes : DancingSheep
inspiration : /!nsomnia®
blog hosting : Blogger
not on plot
PUPPETMASTER
Yusuke Sawada
Karasuma Rei
Nathan Kehl Harvarth
Sienna Imanuela Duske
Marion Elianthe Janette
Yuka Ueda
Satoshi Takayama
Arya Singh
Posting Komentar